Selamat Datang di Helios Rynondeva's Blog

Friday, May 17, 2013

RAFFLESIA ARNOLDII DAN BUNGA BANGKAI

Rafflesia arnoldii dan Bunga Bangkai (Amorphpophallus titanium) merupakan dua jenis tanaman yang berbeda. Meski oleh masyarakat terkadang kedua jenis tanaman ini dianggap sama bahkan saling tertukar. Saya sendiri sempat mendengar seorang guru Sekolah Dasar yang mengatakan di depan murid-muridnya bahwa bunga Bangkai adalah Rafflesia.
Memang Rafflesia dan Bunga Bangkai (Suweg Raksasa) sama-sama memiliki ukuran besar (raksasa) dan mengeluarkan bau yang busuk. Namun antara Raflesia dan Bungan Bangkai (Amorphpophallus titanium) memiliki perbedaan pada klasifikasi biologi, bentuk, warna, cara hidupnya, dan siklus hidupnya.
RAFFLESIA
Rafflesia adalah genus tumbuhan bunga parasit. Ia ditemukan di hutan hujan Indonesia oleh seorang pemandu dari Indonesia yang bekerja untuk Dr. Joseph Arnold tahun 1818, dan dinamai berdasarkan nama Thomas Stamford Raffles, pemimpin ekspedisi itu. Ia terdiri atas kira-kira 27 spesies (termasuk empat yang belum sepenuhnya diketahui cirinya seperti yang dikenali oleh Meijer 1997), semua spesiesnya ditemukan di Asia Tenggara, di semenanjung Malaya, Kalimantan, Sumatra, dan Filipina. Tumbuhan ini tidak memiliki batang, daun ataupun akar yang sesungguhnya.
Rafflesia merupakan endoparasit pada tumbuhan merambat dari genus Tetrastigma (famili Vitaceae), menyebarkan haustoriumnya yang mirip akar di dalam jaringan tumbuhan merambat itu. Satu-satunya bagian tumbuhan Rafflesia yang dapat dilihat di luar tumbuhan inangnya adalah bunga bermahkota lima. Pada beberapa spesies, seperti Rafflesia arnoldii, diameter bunganya mungkin lebih dari 100 cm, dan beratnya hingga 10 kg. Bahkan spesies terkecil, Rafflesia manillana, bunganya berdiameter 20 cm. Rafflesia yang banyak dikenal masyarakat adalah jenis rafflesia arnoldii. Jenis ini hanya tumbuh di hutan sumatera bagian selatan, terutama Bengkulu.
Ciri utama yang membedakan rafflesia dengan bunga bangkai secara awam adalah bentuknya yang melebar (bukan tinggi) dan berwarna merah. Ketika mekar, bunga ini bisa mencapai diameter sekitar 1 meter dan tinggi 50 cm. Bunga rafflesia tidak memiliki akar, tangkai, maupun daun. Bunganya memiliki 5 mahkota. Di dasar bunga yang berbentuk gentong terdapat benang sari atau putik, tergantung jenis kelamin bunga. keberadaan putik dan benang sari yang tidak dalam satu rumah membuat prosentase pembuahan yang dibantu oleh serangga lalat sangat kecil, karena belum tentu dua bunga berbeda kelamin tumbuh dalam waktu bersamaan di tempat yang berdekatan. Masa pertumbuhan bunga ini memakan waktu sampai 9 bulan, tetapi masa mekarnya hanya 5-7 hari. Setelah itu rafflesia akan layu dan mati.
Sampai saat ini Rafflesia tidak pernah berhasil dikembangbiakkan di luar habitat aslinya kecuali Rafflesia patma yang berhasil hidup da mekar di Kebun Raya Bogor dan apabila akar atau pohon inangnya mati, Raflesia akan ikut mati. Oleh karena itu Raflesia membutuhkan habitat hutan primer untuk dapat bertahan hidup.
Sedikit informasi, selama 200-an tahun tumbuh-tumbuhan dari genus Rafflesiaceae sulit diklasifikasikan karena karakteristik tubuh yang tidak umum. Berdasarkan penelitian DNA oleh para ahli botani di Universitas Harvard baru-baru ini, rafflesia dimasukkan ke dalam family Euphorbiaceae, satu keluarga dengan pohon karet dan singkong. Tapi hal ini masih belum terpublikasi dengan baik.
Beberapa jenis Rafflesia (di Indonesia); Rafflesia arnoldii (endemik di Sumatra Barat, Bengkulu, dan Aceh), R. borneensis (Kalimantan), R. cilliata (Kalimantan Timur), R. horsfilldii (Jawa), R. patma (Nusa Kambangan dan Pangandaran), R. rochussenii (Jawa Barat), dan R. contleyi (Sumatra bagian timur).
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Magnoliopsida; Ordo: Malpighiales; Famili: Rafflesiaceae; Genus: Rafflesia;
BUNGA BANGKAI
Selain rafflesia, bunga raksasa lain yang dikenal masyarakat adalah bunga bangkai atau suweg raksasa Titan Arum (Amorphpophallus titanium). Jenis ini hanya endemik tumbuh di kawasan hutan di Sumatera.
Bunga-bangkaiBerbeda dengan rafflesia, bunga bangkai titan arum ini berwarna krem pada bagian luar dan pada bagian yang menjulang. Sedangkan mahkotanya berwarna merah ke-ungu-an. Sekilas bentuknya saat mekar terlihat seperti bunga terompet. Bila rafflesia hanya melebar, bunga bangkai tumbuh menjulang tinggi. Ketinggian bunga bangkai jenis amorphophallus titanium ini bisa mencapai sekitar 4 m dengan diameter sekitar 1,5 m.
Bunga bangkai ini termasuk tumbuhan dari suku talas-talasan (araceae). Merupakan tumbuhan dengan bunga majemuk terbesar di dunia. Berbeda dengan rafflesia yang tidak dapat tumbuh di daerah lain, bunga bangkai dapat di budi daya. bila rafflesia parasit pada tumbuhan rambat, bunga bangkai tumbuh di atas umbi sendiri.
Bunga ini mengalami 2 fase dalam hidupnya yang muncul secara bergantian dan terus menerus, yaitu fase vegetatif dan generatif. Pada fase vegetatif, di atas umbi akan muncul batang tunggal dan daun yang sekilas mirip dengan pohon pepaya. Tinggi pohonnya bisa mencapai 6 m. Setelah beberapa tahun, organ generatifnya akan layu kecuali umbinya. Apabila lingkungan mendukung, dan umbinya memenuhi syarat pohon ini akan digantikan dengan tumbuhnya bunga bangkai. Tumbuhnya bunga majemuk yang menggantikan pohon yang layu merupakan fase generatif tanaman ini.
Bunga baru bisa tumbuh bila umbinya memiliki berat minimal 4 kg. Bila cadangan makanan dalam umbi kurang atau belum mencapai berat 4 kg, maka pohon yang layu akan di gantikan oleh pohon baru.
Selain itu, bunga bangkai merupakan tumbuhan berumah satu dan protogini, dimana bunga betina reseptif terlebih dahulu, lalu diikuti masaknya bunga jantan, sebagai mekanisme untuk mencegah penyerbukan sendiri. Bau busuk yang dikeluarkan oleh bunga ini, seperti pada rafflesia, berfungsi untuk menarik kumbang dan lalat penyerbuk bagi bunganya. Setelah masa mekarnya (sekitar 7 hari) lewat, bunga bangkai akan layu. Dan akan kembali melewati siklusnya, kembali ke fase vegetatif, dimana akan tumbuh pohon baru di atas umbi bekas bunga bangkai.
Apabila selama masa mekarnya terjadi pembuahan, maka akan terbentuk buah-buah berwarna merah dengan biji pada bagian bekas pangkal bunga. Biji-biji ini bisa ditanam menjadi pohon pada fase vegetatif. Biji-biji inilah yang sekarang dibudidayakan.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Ordo: Alismatales; Famili: Araceae; Genus: Amorphophallus; Spesies: A. titanum; Nama binomial: Amorphophallus titanum (Becc.) Becc. ex Arcang

Sumber : http://petanikreatif.blogspot.com/search/label/Serba%20Serbi%20Flora#ixzz2TbisIBtm

INDONESIA, NEGERI KAYA FLORA

Jumlah spesies tumbuhan atau flora di Indonesia amatlah banyak. Sebagai negara negara megadiversity, kekayaan jumlah spesies flora (tumbuhan) Indonesia tidak perlu diragukan. Diperkirakan di seluruh dunia terdapat 2 jutaan spesies tumbuhan yang telah dikenali dan 60 % dari jumlah tersebut terdapat di Indonesia.
Namun jumlah pasti berapa banyak tumbuhan di Indonesia hingga kini belum dapat ditentukan. Menurut Mustaid Siregar, Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan LIPI, meskipun Indonesia kaya akan keragaman flora, namun, saat ini baru ada 8.000 jenis yang sudah teridentifikasi. Jumlah tersebut diperkirakan baru 20 persen dari jumlah flora yang ada di Indonesia.

Padahal Indonesia tercatat sebagai negara dengan keanekaragam hayati tertinggi di dunia, termasuk dalam jumlah spesies tumbuhan. Beberapa fakta yang bisa saya sajikan di antaranya adalah:
  • 25% dari jumlah spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia terdapat di Indonesia. Jumlah ini setara dengan 20.000 spesies. Dan sekitar 40% di antaranya merupakan tumbuhan endemik atau asli Indonesia.
  • Indonesia memiliki sekitar 4.000 spesies Orchidaceae (anggrek-anggrekan).
  • Jumlah jenis tumbuhan berkayu dari famili Dipterocarpacea di Indonesia mencapai 386 spesies.
  • Jumlah jenis tumbuhan berkayu dari famili Myrtaceae (Eugenia) dan Moraceae (Ficus) mencapai 500 spesies.
  • Jumlah jenis tumbuhan berkayu dari famili Ericaceae mencapai 737 spesies.
  • Indonesia memiliki lebih dari 4.000 spesies paku-pakuan.
  • Jumlah jenis rotan di Indonesia mencapai 332 spesies.
  • Dari 1.200 spesies bambu yang tumbuh di bumi, 122 spesies di antaranya tumbuh di Indonesia.
  • Jumlah spesies pohon meranti (Dipterocarpaceae) di Indonesia terbanyak di dunia dengan ebih dari 400 spesies.
Pohon Kapur, salah satu pohon langka Indonesia
Tidak sedikit dari jumlah tumbuhan (flora) di Indonesia tersebut merupakan tumbuhan endemik Indonesia yang tidak dapat ditemukan di negara lain. Baca; Daftar Flora Endemik Indonesia; Daftar Tumbuhan Endemik Indonesia; dan Daftar Tanaman Endemik Indonesia.
Baru 20% yang teridentifikasi. Sayangnya meskipun Indonesia sangat kaya dengan ragam jenis tumbuhan, namun jumlah spesies yang telah dikenali dan teridentifikasi baru sekitar 20% saja. Ini artinya, masih terdapat 80-an persen jenis tumbuhan di Indonesia yang belum teridentifikasi.
Lantaran banyaknnya jenis tumbuhan Indonesia yang belum teridentifikasi menjadikan langkah konservasi terhadap berbagai jenis tumbuhan terasa kurang maksimal. Bahkan pemerintah hanya mampu menyebutkan 58 spesies tumbuhan saja dalam daftar tumbuhan yang dilindungi dalam Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999. Padahal berdasarkan data IUCN Redlist, Indonesia memiliki sedikitnya 397 spesies tumbuhan yang terancam punah. Jumlah tumbuhan Indonesia yang terancam punah tersebut tergolongkan dalam 2 spesies dengan status Extinct In the Wild (Punah di Alam Liar), 115 jenis dengan status Critically Endangered (Kritis), 74 jenis tumbuhan berstatus Endangered (Terancam), dan 206 spesies tumbuhan dengan status Vulnerable (Rentan). Baca; Tanaman (Tumbuhan) Langka Indonesia yang Terancam Punah.
Kenyataan tentang jumlah spesies tumbuhan (flora) di Indonesia yang amat besar namun baru 20% saja yang telah teridentifikasi padahal memiliki tingkat keterancaman akan kepunahan yang tinggi seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah untuk menggalakkan berbagai usaha penelitian dan konservasi flora Indonesia.
Peran Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang salah satunya sebagai pemegang kewenangan ilmiah dalam keanekaragaman hayati di Indonesia tampaknya perlu semakin ditingkatkan. Termasuk pemanfaatan dan penambahan jumlah Kebun Raya sebagai area khusus untuk mempermudah pelaksanaan berbagai penelitian dan konservasi tumbuhan.
Harapan kita semua sama; jangan sampai kita kehilangan berbagai spesies tumbuhan kita, apalagi tumbuhan-tumbuhan yang belum sempat kita kenali.
Referensi dan gambar:
  • sains.kompas.com/read/2011/11/30/18112181/Baru.20.Persen.Flora.yang.Teridentifikasi
  • cecep_kusmana.staff.ipb.ac.id/2010/06/15/potensi-flora-indonesia
  • www.iucnredlist.org

DUSTA INDUSTRI PANGAN


Judul Buku :
Dusta Industri Pangan :
Penelusuran Jejak Monsanto
(Nourrir le monde ou I’agrobusiness)
Penulis :
Isabelle Delforge
Penerbit :
REaD Book,
Cetakan I, 2003
Tebal :
xxvi + 221 halaman

Peningkatan produksi pangan tidak selalu sejalan dengan meningkatnya kemakmuran. Bayangan kemakmuran yang dijanjikan oleh perusahaan transnasional atas penguasaan bioteknologi, ternyata hanya dusta belaka.
Bahwa bioteknologi adalah pemecahan bagi masalah kurang pangan yang sangat ramah lingkungan serta ramah manusia, selalu digembar-gemborkan oleh industri-industri transnasional. Salah satu industri yang merupakan kapitalis dunia tersebut adalah Monsanto.

Monsanto telah menciptakan benih yang telah dimodifikasi genetika sedemikian rupa /Genetically Modifiet Organism (GMO) sehingga hanya dapat digunakan sekali pakai. Hasil pemodifikasian yang disebut Terminator tersebut membuat petani nelangsa, karena setiap kali menanam harus membeli benih lagi. Pemandulan yang jelas akan mengurangi kekayaan plasma nutfah di dunia ini, sebenarnya diciptakan untuk mendukung pestisida-pestisida buatan mereka. Terminator sangat resisten terhadap pestisida.
Kekejaman lain yang dilakukan Monsanto adalah pemberlakuan hak paten bagi varietas-varietas yang tidak sepantasnya dipatenkan, karena varietas-varietas tersebut telah dibudidayakan oleh petani selama berabad-abad. Hak paten jelas membunuh hak petani, mereka dilarang membudidayakan benih yang telah berlabel tanpa ijin. Bila ternyata petani didapati menggunakannya walau tanpa sengaja, maka mereka akan mendapat sanksi dari Monsanto.

Tidak itu saja, Monsanto juga bertanggung jawab dengan Agent Orange, sebuah senjata kimia pertama yang diciptakan saat perang Vietnam. Selama 10 tahun, pesawat Amerika telah menebarkan 41.635.000 liter Agent Orange di hamparan seluas hampir dua juta hektar hutan dan sawah. Penghancuran yang diakibatkan benar-benar luar biasa, ekologi dan pertanian terancam, 43% wilayah pertanian menjadi teracuni, pencemaran air dan tanah, serta pada manusia menyebabkan kanker dan cacat bawaan lahir pada janin.
Selama ini banyak cara yang dilakukan oleh Monsanto, mulai dari promosi-promosi dengan pemberian benih kepada petani secara cuma-cuma, pemasangan spanduk hingga mencari dukungan dari pemerintah. Dan saat ini negara-negara bagian Selatanlah yang menjadi sasaran invasinya, karena negara-negara Selatan memiliki kurang lebih 90% kekayaan plasma nutfah. Namun demikian, petani negara Selatan yang menyadari hal tersebut telah melakukan perlawanan, antara lain perlawanan petani Fhilipina, Eropa hingga pembakaran ladang para petani India.

Mereka terus melawan dan menyerukan bahwa masalah kelaparan adalah karena adanya ketidak adilan dalam akses terhadap tanah, pasar, kredit, teknologi, infrastruktur dan kekuatan politik. Keanekargaman hayatilah yang membuat pertanian berkembang dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan penduduk berabad-abad, alam ibarat lemari penyimpan di planet ini. Petani adalah ilmuwan yang pandai menyeleksi varietas dengan lebih mengenal lingkungan dari pada yang duduk di laboratorium.

Semua dusta-dusta yang dilakukan oleh kaum kapitalis berkedok agribis berbasis ekologis itu terkuak secara tuntas di buku “Dusta Industri Pangan : Penelusuran Jejak Monsanto”. Begitu membaca buku ini, emosi pembaca dapat bangkit, betapa tidak? Monsanto dapat menghilangkan selera makan karena menyajikan di piring kita sebuah menu bersaus “Teknologi Tinggi” yang sangat berbahaya.

Kelebihan dari buku ini adalah adanya data dan fakta yang berasal dari berbagai sumber, dari surat kabar, dari hasil simposium, dan sebagainya. Selain itu dituliskan pula kutipan pembicaraan para petani dan dari pihak Monsanto. Sebagai pendukung penulis menampilkan lampiran-lampiran tentang iklan yang disampaikan Monsanto, kutipan surat kabar hingga lampiran alamat internet penting.

Penulis juga sepertinya ingin memberikan sebuah solusi, dengan menampilkan data tentang keberhasilan pertanian organik di daerah Pulau Mindanao yang dulunya juga telah bergantung pada benih Monsanto. Namun dengan upaya keras petani bersama LSM serta ilmuwan mampu melawan Monsanto dan membuktikan bahwa pertanian organik dapat lebih memberi keuntungan baik segi ekonomi maupun ekologi. Bagaimana petani harus menghimpun kekuatan untuk menentang para kaum kapitalis beserta produk bioteknologi yang berbahaya.

Buku ini begitu berani menguak kecurangan Monsanto, karena sarat dengan informasi yang selama ini mungkin belum terkuak. Penulis juga sepertinya ingin mengajak pembaca agar lebih menyikapi masalah bioteknologi dan kaum kapitalis. Namun demikian banyak istilah-istilah ilmiah yang mungkin sulit untuk dipahami oleh pembaca umum. Buku ini memang sepertinya khusus untuk mahasiswa pertanian agar berwawasan luas.

S.K Mahiruni

PERTANIAN NATURAL

Akhir-akhir ini istlah Natural Farming mulai mengaung. Sebenarnya apa sih Natural Farming itu? Natural Farming kalau sepintas lalu bisa kita sebut (jika di Indonesiakan langsung) Pertanian Alami. Lalu? Ya, pertanian alami, jika kita kaji lagi secara pikiran awam akan bermakna pertanian yang berbasis alam. Bersinergi dengan alam dan atau tentu bersumber dari alam.
Bersinergi dengan alam sendiri bermakna atau diistilah keren kan “berwawasan lingkungan” secara penuh. Tak merusak alam. Tak mengganggu ekosistem.
Sebenarnya Natural Farming ini sudah cukup lama menjadi bahasan menimbang ragam fenomena dan isu lingkungan mulai dari degradasi dan kerusakan lahan akibat pupuk berbahan sintetis sampai pada isu kapitalisme yang notabene hingga saat ini mengakibatkan petani bergantung pada industri-industri dalam berusaha tani. Lihat saja bagaimana isu kelangkaan pupuk menjadi masalah besar karena petani telah ketergantungan terhadap sarana produksi dari luar. Buaian instan dan cepat yang mengakibatkan hal demikian terjdi sehingga ketika pupuk langka, sulit untuk dicari, kemudian tiba-tiba muncul dengan harga melambung dan petani harus (mau tak mau) untuk membeli. Dan pada akhirnya petani sendiri dengan alasan cepat, mudah dan instant lebih memilih untuk bergantung kepada keberadaan pupuk berbahan sistetis tersebut (dari industri pupuk). Nah, lebih dari sekedar permasalahan isu lingkungaan, maka Natural Farming dicetus untuk mengembalikan kedaulatan petani secara utuh agar tidak tergantung dengan industrialisasi sarana produksi usaha tani.
Natural Farming sendiri sebenarnya telah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Dr. Cho serorang tokoh berkebangsaan Korea mungkin cukup populer ketika kita bertanya tentang tokoh yang akrab dengan dunia Natural Pertanian ini. Namun sebenarnya bagaimana pencetusan awal Natural Farming. Berikut saya kutip tentang sejarah Natural Farming yang katanya digagas oleh Masanobu Fukuoka, seorang petani Jepang yang dengan menggagas “The Fukuoka Method”
Menurut Wikipedia
Berikut adalah kutipan yang saya ambil dari Wikipedia tentang Natural Farming meliputi sejarah dan prinsip.

NATURAL FARMING
From Wikipedia, the free encyclopedia
Natural farming is an ecological farming approach established by Masanobu Fukuoka (1913–2008), a Japanese farmer and philosopher who described his agricultural philosophy as shizen nōhō (自然農法?) in Japanese.[1] It is also referred to as "the Fukuoka Method", "the natural way of farming" or "do-nothing farming". The title refers not to lack of labor, but to the avoidance of manufactured inputs and equipment. Natural farming can also be described as ecological farming and is related to fertility farming, organic farming, sustainable agriculture, agroforestry, ecoagriculture and permaculture but should be distinguished from biodynamic agriculture.
The system exploits the complexity of living organisms that shape each particular ecosystem. Fukuoka saw farming not just as a means of producing food but as an aesthetic or spiritual approach to life,[2] the ultimate goal of which was, "the cultivation and perfection of human beings".[3] He suggested that farmers could benefit from closely observing local conditions.[4] Natural farming is a closed system, one that demands no inputs and mimics nature.[5]
Fukuoka's ideas challenged conventions that are core to modern agro-industries, instead promoting an environmental approach.[6] Natural farming also differs from conventional organic farming[7], which Fukuoka considered to be another modern technique that disturbs nature.[8]
Fukuoka claimed that his approach prevents water pollution, biodiversity loss and soil erosion while still providing ample amounts of food.[9]
Fukuoka distilled natural farming into five principles:[10]
1.    No tillage
2.    No fertilizer
3.    No pesticides (or herbicides)
4.    No weeding
5.    No pruning
Though many of his plant varieties and practices relate specifically to Japan, and even to local conditions in subtropical western Shikoku, his philosophy and the governing principles of his farming systems have been applied from Africa to the temperate northern hemisphere. In India, natural farming is often referred to as "Rishi Kheti".[11][12]
Principally, natural farming minimises human labour and adopts, as closely as practical, nature's production of foods such as rice, barley, daikon or citrus in biodiverse agricultural ecosystems. Without plowing, seeds germinate well on the surface if site conditions meet the needs of the seeds planted there. Fukuoka used the presence of spiders in his fields as a key performance indicator of sustainability.[citation needed]}
The ground always remains covered by weeds, white clover, alfalfa, herbaceous legumes, and sometimes deliberately sown herbaceous plants. Ground cover is present along with grain, vegetable crops and orchards. Chickens run free in orchards and ducks and carp populate rice fields.[13]
Periodically ground layer plants including weeds may be cut and left on the surface, returning their nutrients to the soil, while suppressing weed growth. This also facilitates the sowing of more seeds in the same area.[how?]
For summer rice and winter barley grain crops, ground cover enhances nitrogen fixation. Straw from the previous crop mulches the topsoil. Each grain crop is sown before the previous one is harvested by broadcasting the seed among the standing crop. Later, this method was reduced to a single direct seeding of clover, barley and rice over the standing heads of rice.[14] The result is a denser crop of smaller but highly productive and stronger plants.
Fukuoka's practice and philosophy emphasised small scale operation and challenged the need for mechanised farming techniques for high productivity, efficiency and economies of scale. While his family's farm was larger than the Japanese average, he used one field of grain crops as a small-scale example of his system


PRODUK KREATIF DARI BAMBU

Mempunyai lampu hias di ruang tamu atau foyer tidak harus mahal. Bahkan Anda dapat membuatnya sendiri, yakni dengan memanfaatkan bambu besar atau bambu petung. Ruang Anda akan tampil eksotik bahkan romantis.
Lampu hias / wood lamps semacam ini dapat diletakan di berbagai sudut ruang, seperti ruang tamu, foyer atau di sudut taman. Selain menjadi lampu hias / Wood Lamps, lampu semcam ini dapat juga dipakai sebagai accent lighting untuk membimbing orang ke tempat tertentu, misalnya koridor restoran,
Anda mau mencoba membuat Lampu Hias ?
Bahan: Bambu, Lampu Tidur yang hemat energi 5 watt warna kuning, kabel secukupnya, cat atau pelitur, cat poxy clear, semen dan amplas.

Cara membuatnya:
1. Pilihlah bambu yang sudah kering untuk Kerajinan Lampu, yang cukup besar dengan diameter sekitar 10 cm. Potong bambu dengan panjang 1,5 m atau sesuai kebutuhan.

2. Amplas dan cat kesuluruhan bambu dengan warna coklat atau pelitur. Tunggu sampai kering.
3. Pilih salah satu ruas yang akan menjadi dudukan Lampu Hiasan. Bagian atas dari ruas itu digergaji sebagian (lihat foto). Jangan lupa ada bagian dari ruas itu yang tetap utuh untuk dudukan lampu.
4. Amplas bagian yang sudah terbuka agar serbuk bambu hilang.
5. Lubangi bagian tengah bambu untuk kabel.
6. Untuk membuat dudukan Lampu Kerajinan bambu gunakan semen. Anda dapat memafaatkan ember kecil atau bekas cat untuk cetakan. Ketinggian dudukan antara 7 s.d. 10 cm.
7. Cat kembali seluruh bambu untuk Lampu Tidur hias, dudukannya, termasuk bagian dalam ruas yang sudah terbuka. Gunakan cat poxy clear untuk membuat warna coklat dan ruas terbuka itu mengkilap.
8. Pasang Lampu Kerajinan bambu dan letakkan lampu di tempat yang sudah direncanakan.
9. Bila Anda ingin meletakkan Kerajinan Lampu bambu di ruang terbuka., tutuplah bagian Lampu Hiasan yang terbuka dengan akrilik atau kaca.
Nah, Anda sekarang sudah mempunyai lampu hias buatan sendiri. Selamat mencoba!


KENAPA PERTANIAN ORGANIK DISEBUT DALAM UNDANG-UNDANG NO. 27 TAHUN 2007?

Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai 17.508 dan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 Km (DKP, 2008). Keadaan ini menyebabkan kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan masyarakat Indonesia. Secara umum, wilayah pesisir dapat didefenisikan sebagai wilayah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan ekosistem udara yang saling bertemu dalam suatu keseimbangan yang rentan (Beatly et al, 2002).
Wilayah pesisir dalam konteks bentang alam merupakan wilayah pertemuan daratan dan lautan. Wilayah ini merupakan wilayah sangat penting dari segi perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam menimbang bahwa wilayah pesisir ini memiliki potensi yang cukup besar. Departemen Kelauatan dan Perikanan dalam rancangan Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu mendefenisikan wilayah pesisir sebagai kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut yang terletak antara batas sempadan kea rah darat sejauh pasang tertinggi dan ke arah laut sejauh pengaruh aktivitas dari daratan. Wilayah pesisir memilikinilai ekonomi tinggi, namun terancam keberlanjutannya. Dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi tadi maka wilayah pesisir dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya wilayah pesisir ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat dikelola secara berkelanjutan.
Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP2K)
Kawasan Pesisir merupakan wilayah yang strategis sekaligus paling rentan terhadap perubahan, gangguan dan pencemaran oleh manusia. Wilayah ini merupakan wilayah teramat strategis karena hampir semua kawasan pesisir di Indonesia merupakan pintu gerbang utama aktivitas ekonomi kelautan di wilayahnya masing-masing, namun juga wilayah ini bisa dibilang paling rentan terhadap perubahan yang terjadi baik secara alami maupun akibat aktivitas yang ada disekitarnya seperti kegiatan yang kita lakukan (manusia). Namun diantara dua hal tersebut tersebut, aktivitas yang dilakukan manusia merupakan penyebab utama kebanyakan yang terjadi terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kegiatan-kegiatan yang tidak ramah lingkungan seperti pengelolaan sampah dan limbah yang tidak memperhatikan efek bahaya terhadap ekosistem merupakan penyebab utamanya. Pada banyak kasus yang terjadi, kondisi kawasan pesisir di berbagai penjuru tanah air mengalami kerusakan ekosistem yang sangat mencemaskan, misalnya kerusakan terumbu karang, kerusakan mangrove, erosi pantai, maupun pencemaran perairan.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir secara optimal diharapkan berjalan seiring dengan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, terlindunginya ekosistem laut, pesisir dan pulau-pulau kecil. Ragam pemanfaatan yang ada dewasa ini kurang memperhatikan efek dari aktivitas dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sehingga menimbulkan kerusakan terhadap ragam ekosistem yang ada.
Korelasi Pertanian dan PWP2K
Pertanian Organik dan UU No. 27 Tahun 2007 ?
Pada bahasan-bahasan yang lalu khususnya bidang pertanian, kita telah banyak berbicara tentang pertanian organik dimana intinya pertanian organik adalah teknik pertanian yang berwawasan lingkungan. Apa yang menjadi urgensi dalam istilah tersebut ?
1.     Kegiatan pertanian organik dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang ada menjadi sarana produksi.
2.     Kegiatan pertanian organik mensinergikan semua elemen alam sehingga mata rantai kehidupan sekitar tanah dan tanaman sampai mikroba tidak ada yang terputus. Artinya ada saling keterkaitan dan simbiosis mutualisme. Yang artinya lagi kegiatan pertanian organik sangat ramah terhadapa lingkungan dengan penggunaan sumber daya lokal tersebut karena kegiatan tersebut seiring dengan pelestarian alam.
Hubungan Pertanian Organik dan Pengelolaan PWP2K
Lalu apa hubungan pertanian organik dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil? Kenapa harus pertanian organik?
Seperti kita ketahui wilayah pesisir merupakan wilayah dengan potensi yang sangat besar bagi perekonomian bila dikelola dengan baik dan berwawasan lingkungan. Pertanian merupakan salah satu sektor yang rutin selalu ada dalam ragam pemanfaatan wilayah pesisir. Bahkan tak jarang konversi lahan yang sedianya diperuntukkan untuk pemanfaatan lain, justru dirubah menjadi wilayah/kawasan pertanian.
Sebenarnya kawasan pesisir mempunyai kompleksitas dalam pemanfaatannya antara lain 1) pertambangan, 2) Industri, 3) Perikanan, 4) Wisata/ Rekreasi, 5) Pertanian, 6) Pemukiman dan lain sebagainya.
Sebagai salah satu sektor hampir rutin ada dalam penggunaan wilayah pesisir, sektor pertanian diharapkan mampu bersinergi dengan alam pesisir. Artinya ekploitasi dalam bentuk kegiatan pertanian diharapkan tentu tidak menimbulkan kerusakan terhadap ekosistem yang ada pada kawasan tersebut.
Berangkat dari ragam kasus yang terjadi di daratan dalam hal pertanian lah, maka pertanian organik dipilih/ ditegaskan dalam UU No.27 Tahun 2007 mengenai pengelolaan PWP2K. Kebanyakan kasus yang terjadi di daratan yakni putusnya rantai/ siklus kehidupan akibat pertanian yang dilakukan secara konvensional yang notabene menggunakan sarana produksi berbahan kimia sintetis seperti pupuk dan pestisida yang meninggalkan residu berbahaya serta tumpukan bahan kimia berbahaya yang akhirnya merusak lingkungan. Hal ini lah yang menjadi kekhawatiran apabila pertanian konvensional diterapkan oleh petani wilayah pesisir.
Berikut petikan UU No 27 Tahun 2007 dimana salah satu pemanfaatan wilayah pesisir untuk pertanian ditegaskan dilakukan dengan sistem pertanian organik.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 2007
TENTANG
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
BAB V
PEMANFAATAN
Bagian Kedua
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya
Pasal 23
(1)        Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya.
(2)        Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut:
a.         konservasi;
b.         pendidikan dan pelatihan;
c.         penelitian dan pengembangan;
d.         budidaya laut;
e.         pariwisata;
f.          usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari;
g.         pertanian organik; dan/atau
h.         peternakan.
(3)        Kecuali untuk tujuan konservasi, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan, pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya wajib:
a.         memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan;
b.         memperhatikan kemampuan sistem tata air setempat; serta
c.         menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
(4)        Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan memenuhi persyaratan pada ayat (3) wajib mempunyai HP-3 yang diterbitkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
(5)        Untuk pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya yang telah digunakan untuk kepentingan kehidupan Masyarakat, Pemerintah atau Pemerintah Daerah menerbitkan HP-3 setelah melakukan musyawarah dengan Masyarakat yang bersangkutan.
(6)        Bupati/walikota memfasilitasi mekanisme musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7)        Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya oleh Orang asing harus mendapat persetujuan Menteri.
Pasal 24
Pulau Kecil, gosong, atol, dan gugusan karang yang ditetapkan sebagai titik pangkal pengukuran perairan Indonesia ditetapkan oleh Menteri sebagai kawasan yang dilindungi.
Pasal 25
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya untuk tujuan observasi, penelitian, dan kompilasi data untuk pengembangan ilmu pengetahuan wajib melibatkan lembaga dan/atau instansi terkait dan/atau pakar setempat.
Pasal 26
Pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 27
(1)        Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil terluar dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dalam upaya menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil terluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

POTENSI AMPAS TEBU SEBAGAI BAHAN PAKAN

Tebu merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis yang baik dalam pengembangannya. Di kabupaten Agam, Sumatera Barat sendiri, beberapa daerah dikenal produktif sebagai sentra dalam budidaya tebu. Sebut saja Lawang Kecamatan Matua, Bukik Batabuah Kecamatan Canduang, Sungai Landia Kecamatan IV Koto dan beberapa wilayah lain. Walaupun khusus kabupaten kita lebih cenderung pada produk hasilan berupa saka (gula merah), prospek pengembangannya justru makin terbuka lebar.
Bahkan baru-baru ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Agam membuka kesempatan khusus untuk pengembangan komoditi tebu ini. Pihak Dishutbun mengharapkan adanya penambahan luas tanaman tebu menjadi setidaknya + 30.000 Ha  untuk beberapa waktu ke depan menimbang komoditi ini memiliki nilai ekonomis yang dapat mendorong pertumbuhan perekonomian daerah khususnya daerah sentra. Bahkan tak tanggung-tanggung, rencana pembangunan pabrik pengolah yang menampung hasil dari luasan yang ditargetkan menjadi muara dari rencana ini.
Namun diluar daripada itu, beberapa alternatif lain yang membuka prospek cerah bagi petani tebu dan membuat pembudidayaan tebu semakin bergairah yakni selain memasarkan dalam bentuk produk olahan gula merah, tebu dalam bentuk batangan pun saat ini mempunyai pasar tersendiri yang membuat pemenuhan pemintaannya malah semakin kewalahan akibat keterbatasan luasan lahan.
Pada beberapa wilayah sentra atau pengembang komoditi tebu dengan tingkat populasi ternak yang tinggi, selain meraup rupiah dari beragam hasil tebu termausk olahan seperti gula merah (saka), ampas tebu sendiri bisa dimanfaatkan menjadi banyak hal berguna, bahkan bernilai ekonomis. Selain sebagai sumber energi bahan bakar, ampas dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Dan bila skala besar, hal ini juga bahkan membuka satu lagi peluang bisnis dari komoditi tebu yakni pakan ternak seperti halnya kompos.  
Di daerah-daerah sentra budidaya tebu dan pabrik gula, ratusan kilo bahkan tontan ampas hanya menjadi sampah yang jarang dimanfaatkan. Begitu juga di daerah kita. Walaupun produk olahan yang dihasilkan sedikit berbeda, namun sampah dari olahan tersebut tetap sama.
Saat ini belum banyak peternak menggunakan ampas tebu sebagai bahan pakan, hal ini mungkin karena ampas tebu memiliki serat kasar dengan lignin yang dikandung tergolong sangat tinggi yakni sekitar 19 – 20 % dengan kadar protein kasar rendah sekitar 26 - 28%. Akan tetapi limbah ini sangat berpotensi sebagai bahan pakan ternak. Melalui fermentasi menggunakan probiotik (mikroba), kualitas dan tingkat kecernaan ampas tebu akan diperbaiki sehingga dapat digunakan. Tahapan fermentasi ampas tebu sama dengan fermentasi jerami. Namun penambahan beberapa bahan untuk melengkapi kebutuhan mineral yang dibutuhkan dalam bahan pakan tersebut perlu dilakukan.
Ampas tebu sendiri mengandung beberapa bahan pokok antara lain air, gula, serat dan mikroba. Berdasarkan bahan kering, ampas sendiri terdiri dari 47 % karbon, 6,5 % hidrogen, 44 % oksigen dan abu dengan tingkat potensi yang cukup baik sehingga saat ini banyak diteliti dalam rangka mencari sumber energi alternatif.
Dalam pemanfaatannya sebagai bahan pembuat pakan ternak, sumber bahan pokok di atas berperan penting sehingga mempunyai peran dalam memberikan asupan nutrisi terhadap ternak. Potensi ampas tebu ini cukup tinggi menimbang tebu sendiri mengandung gula yang merupakan sumber nutrisi yang baik. Untuk skala sederhana, bahan dan dosis yang perlu dicampurkan dalam fermentasi ampas tebu ini antara lain untuk 1 ton ampas tebu diperlukan 1 kg mikroba/ starbio, 1 kg pupuk urea serta masing-masing 200 gr untuk pupuk TSP dan ZA. Penambahan bahan-bahan tersebut mempunyai peran tersendiri dalam pembuatan pakan ternak menggunakan ampas tebu. Mikroba/ starbio sudah barang tentu diberdayakan untuk mengurai lignin dan selulosa serat kasar sehingga memiliki tingkat kecernaan yang memenuhi syarat untuk ternak. Sementara urea sendiri diperlukan untuk meningkatkan kadar  protein ampas tebu dan sumber nitrogen yang berperan menstimulir aktivitas mikroba dalam proses penguraian. Dan untuk pupuk TSP tetap sebagai sumber phosphor serta ZA sebagai sumber sulfurnya.